Saturday, June 19, 2010

Di Kereta Ekonomi itu

Pedagang silih berganti, hilir mudik mengabaikan kereta yang penuh sesak. Kereta kuning biru ini perlahan berjalan meninggalkan stasiun Kiaracondong, meninggalkan kehidupan nyata untuk sesaat. “perjalanan masih dua belas jam” ujarku ragu dalam hati sambil mencari tempat untuk berdiri.

Akhirnya pintu samping WC itu menjadi tempatku berdiri memandang gerombolan mahasiswa semester lima yang hendak syuting di Yogyakarta. Tugas mata kuliah kata mereka ketika kutanyakan. Mereka semua mendapat tempat duduk karena sudah memesan tiket minggu lalu. Kulihat tadi mereka sedikit kebingungan ketika mengusir para penumpang yang tidak mendapat tempat duduk, sama seperti aku. Entah kenapa di pintu loket tadi banyak yang menawarkan tiket dengan nomor tempat duduk. Tetapi ketika mengikuti himbauan untuk membeli tiket di tempat resmi, tiket tanpa tempat duduklah yang aku dapat.

Dua orang tampak asyik dan merasa nyaman diam di depan pintu wc yang tidak mau tertutup itu. Seorang lagi tampak terkantuk-kantuk sambil duduk di sambungan kereta. Dua orang lagi tampak nyaman duduk bersila di lantai kereta. Semua seperti menikmatinya. "Entahlah, mungkin karena ini kereta api ekonomi".

Taklama datang kembali tukang kopi. “Kopina A” ujarnya menawarkan daganganya yang ia pikul sepanjang gerbong kereta, entah keberapa kalinya dia hilir-mudik.

Akhirnya dua penompang badan ini lelah juga dan meminta untuk istirahat. Akhirnya lantai kereta yang kecoklatan itu aku jadikan kursi tiketku seharga Dua Puluh Empat Ribu. Tiba-tiba pemuda berkulit coklat itu langsung bertanya,

“Kemana mas?”

“Ke Yogja. Mas kemana?”, ucapku datar.

“Klaten. kerja?”. Dia balik bertanya.

“Enggak, maen aja mas, nganter temen”, ucapku sambil melirik beberapa tamanku yang kebetulan mendapat tempat duduk, bareng anak-anak mahasiswa tadi.

“masih kuliah yah?. Kalau aku sih sudah DO. Dulu pernah kuliah di IPB, Cuma sampe semester empat. Habis aku-nya sih yang ga bener”. Ucapnya ringan sambil ketawa kecil.

“Dulu aku banyak bolos, minum sama nyimeng tapi aku ga suka maen cewe lho.” ucapnya sangat ringan sambil tertawa lalu matanya menerawang dan tersenyum, entah apa yang dipikirannya.

Selanjtunya obrolan kami berkisah tentang masa-masa nakalnya ketika menyandang status mahasiswa dulu. Semua diceritakannya blak-blakan bahkan seolah semua orang disekitarnya dipaksa untuk mendengarkan kisahnya. Dia tidak malu dan merasa semua menjadi aib bagi dirinya. Dia terlihat senang dengan apa yang telah dilakukannya, walau dia terus menekankan apa yang diperbuatnya adalah perbuatan salah.

Jujur, dia memang jujur dengan dirinya. Sebuah hal yang langka di negeri ini. Negeri yang penuh manipulative, mungkin penilaian ini berlebihan. Tetapi memang ada secuil kenyataan bahwa negeri ini penuh dengan penipu. Mungkin aku salah seorang penipu atau calon penipu di negeri ini.

Seperti kasus Century, kasus Gayus, kasus Susno hingga sekarang kasus mirip Ariel.. mungkin tidak akan melebar dan memaksa masyarakat untuk berpaling ke kasus Porno ini. Yang malah membuat orang-orang menjadi mencari bahkan mengikuti aksi video itu. Semua lupa dan lengah, bahwa sebentar lagi tarif listrik akan naik. Semua naik lagi.

“Ini Untuk kebaikan bangsa”, mungkin itu yang dikatakan para pembuat kebijakan disana. Tetapi disini kami yang menderitanya pak. Mungkin hanya sebagian yang terkena dampak kenaikan ini, tetapi apakah itu benar. Entahlah. Jika saja para pejabat kereta itu mau jujur untuk menjual tiketnya, bukan kepada para calo. Jujur untuk mengikuti himbauannya sendiri. Mungkin negeri ini akan lebih baik.

negeri ini butuh Kejujuran,

No comments: